MELAWAN BELANDA DENGAN PENA
Perlawanan
terhadap penjajahan Belanda dilakukannya tanpa putus-putus dengan
berbagai cara. Dengan ‘pena’-nya yang tajam, partai politik, komite
perlawanan orang pribumi, bahkan memimpin mogok kerja. Sebagai seorang
wartawan, tulisan Abdul Muis merupakan tulisan perlawanan terhadap
Belanda.
Begitu
juga sebagai Pengurus Besar Sarekat Islam, ia selalu menanamkan
semangat perlawanan kepada anggotanya. Ia juga mendirikan Komite
Bumiputera bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya sebagai
perlawanan terhadap rencana Pemerintah Belanda yang akan merayakan hari
kemerdekaannya yang ke seratus di Indonesia.
Tokoh
yang menjadi utusan ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie
Weerbaar sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia pertama ini, juga
merupakan tokoh di belakang cikal bakal berdirinya Institut Teknologi
Bandung (ITB). Pejuang yang juga terkenal sebagai sastrawan ini, hingga
Indonesia merdeka tetap melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
dengan mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan.
Sebelum
terjun menekuni dunia kewartawanan, pria yang lahir di Sungai Puar,
Bukit Tinggi, 3 Juli 1883, ini sempat menjadi pegawai negeri. Pekerjaan
itu ia geluti beberapa waktu saja setelah memutuskan untuk tidak
meneruskan sekolahnya di STOVIA (Sekolah dokter). Namanya mulai dikenal
oleh masyarakat ketika karangannya yang banyak dimuat di harian de
Express selalu mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina
bangsa Indonesia.
Untuk
mengefektifkan perjuangannya, ia selanjutnya terjun berpolitik praktis
dengan menjadi anggota Sarekat Islam. Di organisasi tersebut ia diangkat
menjadi salah seorang anggota Pengurus Besar. Kepada anggota sarekat,
ia selalu menanamkan semangat perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Bahkan ketika Kongres Sarekat Islam diadakan pada tahun 1916, ia
menganjurkan agar Sarekat Islam (SI) bersiap-siap menempuh cara
kekerasan menghadapi Belanda jika cara lunak tidak berhasil.
Perlawanan
tidak hanya ditujukannya kepada Pemerintahan kolonial Belanda, tapi
terhadap ajaran-ajaran yang tidak disetujuinya. Seperti selama
kesertaannya di Sarekat Islam, ia selalu berjuang agar diadakan disiplin
partai, yang intinya untuk mengeluarkan anggota-anggota yang sudah
dipengaruhi oleh paham komunis.
Pada
tahun 1913, ia bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya seperti
Ki Hajar Dewantara, mendirikan Komite Bumiputera. Komite ini dibentuk
awalnya adalah untuk menentang rencana Pemerintah Belanda mengadakan
perayaan peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari
penjajahan Perancis. Rencana Pemerintah Belanda tersebut memang sesuatu
yang ironis. Di negeri yang sedang di jajahnya, mereka hendak merayakan
hari kemerdekaannya secara besar-besaran. Itulah yang ditentang oleh
para tokoh pergerakan nasional tersebut. Namun oleh karena perlawanan
itu, ia akhirnya ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Ketika
Perang Dunia I terjadi, bangsa ini pun siap sedia mengatasi
kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Untuk itu, pada
tahun 1917, Abdul Muis diutus ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite
Indie Weerbaar guna membicarakan masalah pertahanan bagi bangsa
Indonesia.
Selain
itu, ia juga berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh bangsa Belanda agar
mendirikan sekolah teknik di Indonesia. Usahanya tersebut beberapa tahun
kemudian membuahkan hasil. Oleh Belanda didirikanlah Technische Hooge
School di Bandung yang dikemudian hari berganti nama menjadi Institut
Teknologi Bandung (ITB) sekarang.
Abdul
Muis terkenal sebagai orang yang selalu membela kepentingan rakyat
kecil. Ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk membela rakyat kecil
tersebut sambil membangkitkan semangat para pemuda agar semakin giat
berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia.
Melawan
Belanda sepertinya ia tidak kehabisan ide, berbagai cara perlawanan
pernah dilakukannya termasuk mengajak kaum buruh untuk melakukan mogok.
Seperti yang dilakukannya pada tahun 1922, ia memimpin pemogokan kaum
buruh di daerah Yogyakarta. Karena tindakannya itu, ia kembali ditangkap
oleh Pemerintah Belanda dan mengasingkannya ke Garut, Jawa Barat.
Di
samping terkenal sebagai pejuang kemerdekaan, ia juga terkenal sebagai
seorang sastrawan Indonesia. Karya sastra yang berjudul “Salah Asuhan”
yang sangat terkenal itu merupakan salah satu dari karyanya.
Sang Pahlawan Pergerakan Nasional dan Sastrawan yang hingga kemerdekaan
ini tetap tinggal di Jawa Barat berprinsip bahwa perjuangan tidak
pernah berhenti. Setelah kemerdekaan ia mendirikan Persatuan Perjuangan
Priangan, suatu persatuan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pada
tanggal 17 Juni 1959, pahlawan ini meninggal di Bandung dan dimakamkan
di sana juga.
0 Komentar